EKOSISTEM INOVASI

 

Sebagai ekosistem inovasi, Silicon Valley (AS) telah melewati lintasan (trajectory) yang melibatkan banyak aktor. Mereka telah membangun perusahaan rintisan (startup) yang mampu melakukan ekspansi (scale up) dan mendisrupsi bisnis dominan di masanya. Perkembangan internet telah memasuki Gelombang Ketiga (2016-sekarang), yaitu Era Mesin Kedua atau penyebutan popular; Revolusi Industri 4.0. Bentuk terkini dari pembangunan infrastruktur internet (Gelombang Pertama) dan komersialisasi internet (Gelombang Kedua). Di Gelompang Pertama muncul entreprenur seperti Steve Jobs, Bill Gates, William Hewlet, lalu di Gelombang Kedua muncul Jeff Bezos, Sergey Brin, Jack Ma, dan di Gelombang Ketiga muncul nama-nama popular seperti Mark Zuckerberg, Brian Chesky, Travis Kalanick. Keberhasilan Silicon Valley telah menginspirasi banyak negara. Cina mengembangkan Zhongguancun sebagai distrik taman teknologi (techno park), sementara Bangalore, India, menguasai teknologi perangkat lunak. Indonesia terlambat memaksimalkan kehadiran ekonomi berbasis pengetahuan di era teknologi digital, akibat lemahnya lintasan inovasi, baik dari riset perguruan tinggi, lembaga riset publik maupun industri. Teknologi digital tidak dapat hadir jika industri pendahulunya tidak memiliki tapak (milestones) yang kuat.

     Getty Images



Di Indonesia, beberapa entreprenur pelopor juga muncul dari perusahaan rintisan, seperti Ahmad Zaky (Bukalapak), Ferry Unardi (Traveloka), Nadiem Makarim (Gojek), dan Victor Fungkong (Tokopedia). Kepeloporan dan perjuangan mereka telah menginisiasi perusahaan-perusahaan itu menjadi unicorn. Namun, Indonesia memiliki kelemahan seperti kurangnya jumlah perusahaan rintisan, perusahaan rintisan yang terkonsentrasi di sektor e-commerce, dan pesatnya pertumbuhan fintech (tapi bakat-bakat pendukung seperti pengembang perangkat lunak belum memadai). Para inovator dalam ekosistem di Indonesia masih membutuhkan suatu bentuk tata kelola guna mengolaborasikan mereka. Jika ekosistem tidak mampu menyediakan bakat yang mampu mengembangkan teknologi bagi layanan jasa e-commerce misalnya, aktornya akan mendapatkannya dari ekosistem lain. Kegagalan “interaksi” itu menyebabkan ekosistem inovasi sulit berkembang. Situasi ini "mengancam" para entreprenur rintisan yang sedang berjuang maupun yang baru memulai. Ekosistem yang relevan dengan kondisi bisnis rintisan Indonesia harus dikonstruksi dan dipromosikan. 


Comments

Popular Posts