Entreprenur-pelopor Ekonomi Digital Indonesia

Terma "inovasi" sering dihubungkan dengan penemuan atau penciptaan teknologi baru. Bryfnjolfsson dan McAfee  (2014) dalam The Second Age Machine Work, Progress, and Prosperity in Time of Brilliant Technologies, mencatat 2  era penemuan mesin yang telah mendorong berbagai perubahan dalam hidup manusia mutakhir. Era penemuan pertama  adalah penciptaan mesin yang mendorong Revolusi Industri. Kehadiran mesin uap mengatasi keterbatasan tenaga manusia (otot), hewan (kuda) dan menghasilkan energi sesuai kebutuhan. Kehadiran mesin membuka kesempatan untuk membangun pabrik, transportasi massal, jalur kereta api, dan produksi massal. 


Sumber: https://business.comcast.com/


Sementara era penemuan kedua  adalah penciptaan komputer dan teknologi digital. Era ini menandai era kekuatan mental, yaitu kemampuan menggunakan otak untuk mengerti dan membentuk lingkungan, sebagaimana mesin uap dan turunannya melakukannya dengan menggantikan kekuatan otot. Komputer memungkinkan kita untuk mengatasi keterbatasan dari masa lalu dan membawa manusia ke wilayah atau teritori baru. Kekuatan mental setidaknya sama pentingnya untuk kemajuan dan pengembangan, menguasai lingkungan fisik dan intelektual, seperti kekuatan fisik. Di Era Mesin Kedua ini mantan co-founder dan CEO AOL (American Online), Steve Case (2016) membagikan pengalamannya saat membangun AOL sebagai salah satu perusahaan pelopor dan pemain besar di masa awal kemunculan internet dalam The Third Wave: An Entrepeneur's Vision of The Future. Case membagi inovasi teknologi ke dalam 3  gelombang masa, yang dilengkapi dengan pelaku-pelaku utama pada masing-masing gelombang. 

Gelombang Pertama (1985-1999) adalah pembangunan (infrastruktur) internet, yang meletakkan pondasi dunia daring. Perusahaan-perusahaan seperti Cisco System, Sprint, Hewlett Packard (HP), Sun Microsystem, Microsoft, Apple, International Business Machine (IBM), dan AOL, berperan membangun perangkat keras komputer (hardware). Ketersediaan perangkat keras memungkinkan orang-orang terhubung melalui internet. Perusahaan-perusahaan tersebut menyediakan jalur informasi super cepat untuk pemakai internet yang menjadi wadah dan landasan perkembangan gelombang selanjutnya. Gelombang Kedua (2000-2015) adalah pemakaian internet untuk kepentingan aplikasi kegiatan ekonomi dan mendorong secara cepat dan luas pemakaian perangkat komunikasi seluler (mobile revolution) seperti telpon pintar, Personal Data Assistant (PDA), dan tablet. Konvergensi telpon pintar dan tablet membuka peluang pemanfaatan internet untuk dapat dieksplorasi dan dieksploitasi secara maksimal. Amazon, eBay, Google (baik produk search engine maupun Android), Apple (iPhone) adalah pelaku-pelaku awal yang berperan di gelombang kedua. Konvergensi tersebut ternyata memudahkan pengembangan aplikasi sosial (social apps) seperti Twitter dan Instagram, yang sebelumnya didahului oleh Facebook. Gelombang Ketiga (mulai 2016) adalah kehadiran internet yang telah menjadi kebutuhan dalam hampir semua kondisi kehidupan manusia. Di Gelombang Ketiga ini, kepemilikan internet yang tadinya berada di tangan korporasi terdistribusi kepada banyak pihak. Manusia hidup dalam Internet of Everything/Things (IoT). 

Secara umum perkembangan ekonomi digital di Indonesia dapat dimasukkan ke dalam Gelombang Kedua sebagaimana yang dipetakan Steve Case di atas. Di tahun 1999 ketika jaringan internet masih terbatas, 3 mahasiswa asal Indonesia Andrew Darwis, Ronald Stephanus, dan Budi Dharmawan menciptakan Kaskus di Seattle, Amerika Serikat. Kaskus singkatan dari “kasak-kusuk”, yang awalnya bertujuan sebagai forum informal mahasiswa Indonesia di luar negeri. Kaskus menjadi situs komunitas terbesar saat itu yang terus berkembang dan pernah mendapatkan penghargaan di tahun 2005 dan 2006. Berawal sebagai wadah pertukaran informasi dan konten, Kaskus berkembang hingga mampu menjadi wadah pemasaran organik. Kaskus tidak melakukan pemasaran dan branding besar-besaran karena keterbatasan anggaran. Andrew Darwis berupaya mengayomi pengguna dengan menjaga hubungan baik dengan pengguna ketika pulang ke Indonesia, dan berupaya memenuhi minat anggota secara spesifik dengan mengembangkan sub forum yang kemudian berkembang menjadi pertemuan langsung (gathering). Saat itu perkembangan Kaskus belum dapat dimasukkan sebagai e-commerce karena tidak dilengkapi dengan fasilitas transaksi. Akan tetapi aktivitas Kaskus menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi telah melampaui kebiasaan melakukan transaksi secara umum seperti di pasar-pasar konvensional. Kaskus adalah bentuk awal dari e-commerce dan karena memelopori pemanfaatan internet sebagai wadah perdagangan,  Kaskus  menjadi pemain utama di tahap pertama era internet di Indonesia. 

Pertengahan tahun 2000, yang dapat disebut sebagai tahap kedua, sekelompok entreprenur memanfaatkan kemajuan perkembangan internet untuk mengembangkan bisnis daring dan melahirkan tokobagus.com (sekarang OLX) dan DOKU.  Ketiganya meletakkan pondasi untuk industri e-commerce dan memperluas dengan layanan yang fundamental seperti menyediakan ruang untuk pemasangan iklan (classified ads), pembayaran (payment), dan pasar daring (marketplaces) untuk pengguna internet. Layanan ini makin memperluas layanan yang ada di internet yang saat itu didominasi aktivitas pencarian dan penyebaran informasi, dan mengantarkan menuju interaksi berbasis transaksi finansial. Ekosistem awal e-commerce tumbuh di Indonesia walaupun masih jauh dari sempurna dan tertinggal dibandingkan di negara maju (Moore dalam Jurriens dan Tapsell, 2017). 

Teknologi terus berkembang, khususnya telpon seluler. Teknologi seluler berbasis Android dominan dipakai beragam brand, sementara Apple tampil dengan platform teknologi seluler yang berbeda. Kedua platform tersebut membangun ekosistem demi menyingkirkan Blackberry dan Nokia. Langkah ini diiringi dengan pesatnya pertumbuhan platform media sosial yang dengan mudah diakses melalui telpon seluler. Platform telpon seluler dan platform media sosial tersebut kemudian tumbuh bersama dan saling menguatkan. Perkembangan ini dilihat sebagai potensi oleh pemain luar. Rocket Internet, perusahaan yang menginkubasi bisnis berbasis teknologi internet yang bermarkas di Berlin masuk ke Indonesia, tepatnya  pada tahun 2011, yang menandai tahap ketiga pemanfaatan e-commerce dan meluncurkan Lazada di tahun di 2012. Di tahun yang sama, eBay bermitra dengan Telkom, perusahaan badan usaha milik negara Indonesia, meluncurkan ulang dan mengganti brand Plasa.com menjadi Blanja. 

Google mengumumkan akan membuka kantor di Indonesia di 2012. Aplikasi yang melekat pada Google telah menjadi aplikasi standar di berbagai platform termasuk e-commerce. Investasi terus berdatangan dan usaha yang telah dirintis secara lokal mulai mendapatkan mitra pembiayaan. Sumitomo membentuk Sukamart, Gree Venture berinvestasi di ritel fashion daring BerryBenka, Softbank dan beberapa investor bergabung di Tokopedia, SK Planet bermitra dengan XL Axiata di  Elevenia (Moore dalam Jurriens dan Tapsell, 2017). 

Perkembangan tersebut mengantarkan perusahaan e-commerce dan perusahaan berbasis teknologi e-business menjadi unicorn. Gojek (dahulu ditulis Go-Jek) adalah pelopor perusahaan rintisan yang menyediakan platform transportasi daring. Belakangan ada 4 perusahaan rintisan yang telah menjadi unicorn di mana dua di antaranya merupakan e-commerce. Dua perusahaan tersebut adalah Tokopedia dan Bukalapak. Sedangkan dua perusahaan unicorn lainnya adalah Gojek dan Traveloka. Traveloka juga memanfaatkan pengembangan teknologi e-commerce untuk menyediakan layanan digital di sektor transportasi dan perjalanan... 



*Diikhtisarkan dari pembahasan tentang Entreprenur-Pelopor Indonesia dalam buku Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan, karya M Rahmat Yananda dan Ummi Salamah. Pembaca yang berminat memiliki buku tersebut dapat melakukan pemesanan di sini:

https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb 


Comments

Popular Posts