Tokped + Gojek = Super Apps?

 


Ide awal Tokopedia adalah sebuah pusat perbelanjaan atau mal, lebih tepatnya virtual mall. Saat itu para pendirinya belum memikirkan bahwa ide tersebut adalah bentuk e-commerce. Kesimpulan tentang virtual mall datang dari pengalaman sederhana ketika keponakan  Victor Fungkong (founder Tokopedia) yang masih duduk di bangku SMP mengunduh drama serial Korea untuk dijual kepada segmen ibu rumah tangga. Para ibu pecinta drama Korea itu belum tahu cara mengakses produk tersebut dari internet (Youtube), apalagi mengunduhnya. Saat itu tahun 2004-2005, orang kebanyakan belum paham mengenai internet dan cara pemanfaatannya. Victor melihat ada potensi perdagangan dengan memanfaatkan medium internet, yang kemudian lebih popular dengan sebutan e-commerce

Ilustrasi: https://www.instagram.com/p/CJm3GfCLuCr/
IG: @tempodotco


Konsep virtual mall ala Victor itu ternyata  sejalan dengan proposal William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison, co-founder  Tokopedia.  Masa itu virtual mall sebagai konsep juga tidak mudah untuk dipahami oleh khalayak luas sehingga pembangunan e-commerce dengan brand Tokopedia menjadi relevan. Kata “toko”dan“pedia” untuk brand Tokopedia dapat ditafsirkan sebagai upaya mendekatkan kebiasaan lama kepada calon pelanggan agar lebih mudah memahami konsep jual beli baru di era e-commerce. “Toko” adalah tempat melakukan jual-beli yang dapat ditemukan di pasar, pusat perbelanjaan, dan pinggir jalan. Penambahan imbuhan “pedia” yang belum dikenal secara umum bertujuan untuk membangun asosiasi dengan dunia internet atau digital. Kata yang memakai imbuhan “pedia” telah dikenal umum dalam pemakaian bahasa sehari-hari, misalnya “ensiklopedia”, yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris. Belakangan publik semakin akrab dengan imbuhan “pedia” di dunia digital, seperti “wikipedia”. 

Asosiasi “wikipedia” sangat kuat untuk hal-hal yang terkait dengan dunia internet karena memiliki fungsi yang mirip. "Pedia" dapat diartikan secara sederhana sebagai “susunan, urut-urutan, atau kumpulan”. Tokopedia adalah “susunan atau kumpulan toko-toko di ruang digital”. Biasanya secara fisik, kumpulan toko-toko berlokasi di pusat berbelanjaan (mal) atau pasar. Sedangkan secara virtual, toko-toko berlokasi di virtual mall. Itulah Tokopedia, toko yang hadir di dunia virtual, dunia yang berpotensi menjadi dominan di masa depan. Semua serba ada dan semua orang berkesempatan melakukan kegiatan jual-beli. Tak heran dalam kampanye komersialnya, Tokopedia menguatkan pesan yang terasosiasi dengan “kesempatan”, yang secara konkret berlaku untuk penjual dan pembeli. Dan di era prosumer, di mana penjual dan pembeli dapat berganti peran, keberadaan Tokopedia mengundang interaksi yang lebih banyak. Interaksi yang tinggi menjadi salah satu indikator penting untuk ruang pasar (marketspace) seperti e-commerce ala Tokopedia. 

Tokopedia adalah e-commerce kreasi Indonesia yang menonjol dengan tipe model bisnis consumer-to-consumer (C2C) mengacu pada relasinya dengan pelanggan. Tipe bisnis C2C telah dipraktikkan e-commerce kelas dunia seperti eBay dan Taobao. Berdasarkan data tahun 2017, Tokopedia rata-rata setiap bulannya mendapatkan 46,5 juta kunjungan. Kategori produk yang diperdagangkan di Tokopedia bersifat umum dan ditempati oleh 1 juta pedagang. Tokopedia tidak mengenakan biaya deposit, iuran tahunan, maupun menarik komisi dari para pedagang. Pedagang di Tokopedia tidak perlu menyampaikan identitas lokal. Pengiriman barang dilakukan bekerja sama dengan perusahaan logistik dan metode pembayaran melalui pihak ketiga sementara kewajiban transaksi dipenuhi (escrow account) yang kemudian ditransfer ke akun bank lokal (More, Akib dan Sugden, 2017).

Tokopedia didirikan di Jakarta pada 2009 oleh Victor Fungkong, Willian Tanuwijaya, dan Leontinus Alpha Edison. Victor berperan besar dalam pendanaan awal dan penyiapan dukungan untuk Tokopedia. Sejalan pertumbuhannya, Tokopedia berhasil menarik minat para investor, yaitu Sequoia Capital, Softbank, East Ventures, Netprice dan Cyberagent Ventures. Dalam perkembangannnya, Tokopedia juga kemudian mendapatkan suntikan dana dari Alibaba sementara Softbank terus meningkatkan nilai investasinya. Ketika Tokopedia sedang dirancang, telah ada beberapa pemain e- commerce. Salah satunya adalah Plasa yang dimiliki oleh Telkom. Belakangan Rakuten pada 2011 melakukan ekspansi global dan masuk ke Indonesia dengan menggandeng MNC Group. Menghadapi pemain e-commerce dengan dukungan kuat seperti Plasa, yang juga bermitra dengan pemain dari luar seperti Rakuten (Plasa belakangan berubah nama menjadi Blanja), Tokopedia harus lebih efisien. Tokopedia melakukan promosi di Facebook yang ketika itu sudah dikenal luas. Tokopedia menghindari promosi luring dan memilih berpromosi secara daring  via Google karena lebih murah. 

William dan Leon terus melakukan riset untuk model bisnis secara lebih mendalam, termasuk melakuan riset terhadap Rakuten, perusahaan yang sebenarnya mereka belum pernah dengar. Sampai kepada keputusan akhir, Tokopedia merujuk model bisnis Alibaba dengan beberapa penyesuaian. Pada Februari 2009, Victor Fungkong mendirikan PT. Tokopedia bersama dua anak muda yang telah mendapatkan banyak pelajaran dari kegagalan Indocom Mediatama. Perusahaan yang awalnya bertempat di Gedung Cyber, Mampang Kuningan, Jakarta Selatan kemudian pindah ke rumah kantor yang disewa di bilangan Permata Senayan. Berbeda dengan cerita perusahaan rintisan yang seringkali bermula dari garasi atau tempat sederhana, perusahaan yang dibangun Victor mulai Indocom Mediatama hingga Tokopedia memiliki kantor di tempat yang layak dan bahkan cukup representatif.  

Peluncuran Tokopedia dilakukan 17 Agustus 2009. Hari pertama peluncuran, Victor meminta para karyawan Indonusa Dwitama untuk menginisiasi  pembelian dengan memanfaatkan kupon yang dibagikan secara gratis. Langkah tersebut dilakukan sebagai sebagai bentuk nyata pilot testing dari sisi pembeli yang juga pernah dilakukan pemain e- commerce global di tahap awal. Sebelumnya pada Juli 2009 Tokopedia melakukan soft launching dengan menjual kaos bertuliskan “Kami Tidak Takut” ketika terjadi ledakan bom hotel JW Marriot di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Tantangan yang dihadapi Tokopedia di masa-masa awal adalah peningkatan kemampuan aplikasi dan platform dalam menangani tranksaksi dengan skala yang terus meningkat. Mesin yang dibangun di awal terus ditingkatkan kemampuannya, dan bahkan harus dibuat ulang. Masalah lain adalah proses verifikasi pembeli. Pembeli yang melakukan pembayaran manual atau daring dalam jumlah tertentu dapat dikelola. Masalah muncul jika pembeli mengirim uang dalam jumlah besar. Proses pengecekan juga kemudian menjadi penting. Saat itu kerena keterbatasan sistem, pengecekan belum dapat dilakukan setiap waktu. Dan masalah lain yang tidak kalah mendesak adalah pengiriman barang karena sistem pemantauan belum tersedia dan ketika tersedia belum terkoneksi dengan perusahaan logistik. Tantangan lainnya adalah mengundang orang-orang bergabung untuk berjualan di Tokopedia. Sebagai entitas bisnis baru dengan model bisnis yang juga baru, peningkatan partisipasi di platform e-commerce seperti Tokopedia jauh lebih penting ketimbang peningkatkan keuntungan. Semakin banyak pedagang yang hadir di platform semakin baik untuk mendorong interaksi pembeli dan penjual dan kemudian mendatangkan pihak lainnya. Tokopedia terbukti mampu menciptakan kondisi tersebut. 

Hari-hari ini, beredar rumor tentang rencana merger Tokopedia dan Gojek,  perusahaan rintisan sektor layanan transportasi karya anak bangsa yang sudah berstatus decacorn (perusahaan dengan valuasi mencapai 10 miliar dolar AS). Kini, layanan Gojek telah tersedia di 50 kota di Indonesia. Hingga Juni 2016, aplikasi Gojek sudah diunduh sebanyak hampir 10 juta kali di PlayStore, dan telah tersedia di App Store. Gojek juga punya layanan pembayaran digital  bernama GoPay. Selain di Indonesia, layanan Gojek juga telah tersedia di Thailand, Vietnam, dan Singapura. Crunchbase, sebuah platform informasi bisnis, melaporkan bahwa Gojek adalah aplikasi super (super apps) untuk melakukan berbagai aktivitas mulai dari memesan makanan, perjalanan, pembayaran digital, belanja, pengiriman cepat secara lokal, sampai dengan mendapatkan layanan pijat. Gojek adalah decacorn pertama dan tercepat di Indonesia yang membangun kerajaan bisnis berbasis on-demand di seluruh Asia Tenggara. 

Rumor tentang merger Tokopedia dan Gojek  menimbulkan banyak spekulasi. Disebut-sebut, Tokopedia mulai tergeser oleh Shopee, pemain e-commerce yang datang kemudian. Menurut laporan CNBCindonesia (5/1/21), belakangan ini Shopee cenderung lebih banyak dilirik oleh konsumen jika dilihat dari data pengunjung website bulanannya di kuartal ketiga tahun 2020 (96,5 juta vs 85 juta), namun bukan berarti Tokopedia tidak punya taji. Pada 2019 silam saja nilai transaksi (Gross Merchandise Values/GMV) yang ada di lapak Tokopedia tercatat sudah mencapai Rp 222 triliun atau setara dengan US$ 15 miliar. Tokopedia menjadi platform e-commerce yang mencatatkan pertumbuhan GMV paling fantastis dan disusul oleh Shopee sebagai pesaingnya. Tokopedia juga menjadi satu-satunya platform e-commerce yang menyediakan layanan terlengkap mulai dari produk umum hingga yang spesifik seperti pembayaran pajak hingga investasi.

Banyak pihak memperkirakan, jika merger dua raksasa start up  itu terjadi, akan menghasilkan decacorn dengan valuasi hampir US$ 20 miliar. Jika menggunakan asumsi kurs Rp 14.000/US$, maka nilai perusahaan rintisan hasil merger itu akan setara dengan Rp 280 triliun. Merger itu juga akan mencetak sejarah baru bagi dunia start up Indonesia. Gojek punya 38 juta pengguna aktif setiap bulannya, sementara Tokopedia punya lebih dari 100 juta pengguna aktif setiap bulannya. Bila keduanya terintegrasi tentu akan meningkatkan basis pelanggan dan nilai transaksi. Tak hanya transaksi yang meningkat tetapi Tokopedia bisa memperoleh akses untuk jasa antar dan logistik yang lebih efisien dan kompetitif.   Gojek punya mitra driver dan restoran yang kebanyakan UMKM, sedangkan Tokopedia punya mitra yang juga mayoritasnya UMKM. Jika ditotal keduanya memiliki 10 juta mitra dan masih akan terus bertumbuh. Lalu, apakah nama baru hasil merger Tokped-Gojek? Tokjek, Gopedia, PeJek, atau nama usulan netizen +62; ToKek? 


*Data-data dalam profil Tokopedia dan Gojek diikhtisarkan dari pembahasan tentang Entreprenur Pelopor Unicorn Indonesia, dalam buku Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan (2020) karya Muhammad Rahmat Yananda dan Ummi Salamah. Pembaca yang berminat membaca bukunya, dapat melakukan pemesanan di sini: 

https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb 




  


 



 



 





Comments

Popular Posts