4 komponen penggerak Revolusi industri 4.0

Revolusi Industri 4.0 mengubah sistem produksi global berbasis  teknologi elektronik dan informasi mejadi  teknologi berbasis sistem siber fisik atau Cyber-Physical System (CPS). Namun, CPS bukan satu-satunya komponen dalam Revolusi Industri 4.0. Ada 3 komponen lain yang membentuk Revolusi Industri 4.0, yaitu Mobile, Cloud Computing dan IoT;  Big Data, Data Mining (DM), dan Knowledge Discovery, serta  Internet of Service (IoS).


CPS bertugas menghubungkan dunia fisik dengan dunia virtual. Sistem ini telah melewati 3 tahap perkembangan. CPS generasi pertama adalah teknologi Radio Frequency Identification (RFID), teknologi transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh yang dapat mengidentifikasi objek secara unik. Layanan generasi pertama ini lebih banyak ditujukan untuk kepentingan analitik dan penyimpanan. CPS generasi kedua menggunakan sensor dan aktuator (peralatan mekanis untuk menggerakkan atau mengontrol). Sementara CPS generasi ketiga menyediakan beragam sensor dan aktuator, yang tidak hanya kompatibel dengan jaringan tetapi juga mampu menganalisa dan menyimpan data. 

Mobile, Cloud Computing dan  Internet of Things yang memungkinkan kemampuan mengakses pengetahuan dari perangkat komputer statis telah menunjukkan kemajuan luar biasa dalam revolusi informasi. Teknologi ini memungkinkan terjadinya komunikasi dengan pihak lain, berguna untuk pengambilan keputusan, perolehan pengetahuan dan memungkinkan perdagangan terjadi kapan dan di mana saja. IoT memungkinkan “benda atau objek” bertukar informasi dan berkolaborasi dengan memanfaatkan perangkat cerdas untuk mencapai suatu tujuan. CPS adalah “benda atau objek” sementara IoT adalah jaringan yang memungkinkan CPS berinteraksi. Teknologi sensor menjadikan perangkat semakin cerdas sehingga dapat berbagi informasi antar sesama perangkat tersebut tanpa intervensi manusia. 

Big Data merujuk kepada data set raksasa yang dikumpulkan, disimpan, dan bersumber dari pelanggan, penjualan, serta semua transaksi. “Real-time big data” merupakan proses pengumpulan data skala besar di gudang data untuk mendapatkan sejumlah pola dan pengetahuan dari data tersebut. Semua ini merupakan perkembangan alamiah dari evolusi teknologi informasi ditambah dengan pemrosesan ekstraksi data untuk mendapatkan pola dan menemukan pengetahuan baru. Sumber data adalah basis data, gudang data, web, repositori, atau data yang mengalir secara dinamis. Data Mining (DM) adalah kemampuan untuk menemukan dan menganalisa aturan, pola, dan menggali pengetahuan dari data terkumpul. Langkah-langkah tersebut memungkinkan keputusan dapat diambil tepat waktu. 

Vendor layanan diaktifkan oleh IoT yang menyediakan layanan melalui internet. Sedangkan IoS terdiri atas infrastruktur, partisipan, model bisnis, dan layanan. Beragam pemasok atau penyedia layanan mengintegrasikan mereka menjadi layanan yang menciptakan nilai tambah. Pelanggan dan pengguna dapat mengakses layanan dan berkomunikasi melalui beragam kanal. 

Berdasarkan penjelasan terkait mobile dan cloud computing, internet of things, big data, data mining, knowledge discovery, dan  internet of service, Industri 4.0 melibatkan rantai nilai organisasi dan teknologi. CPS menghubungkan dunia fisik dengan dunia virtual, yang memungkinkan desentralisasi keputusan di pabrik. IoT memungkinkan kolaborasi dan komunikasi seketika antara CPS. Pembuatan keputusan didukung oleh Data Mining, yang mendapatkan pengetahuan dari beragam sumber. Sedangkan partisipan dapat menggunakan layanan intraorganisasi dan antarorganisasi melalui IoT.

Salah seorang pendukung utama Industri 4.0 di Jerman, Henning Kagermann, menyatakan bahwa digitalisasi yang mengonvergensi dunia nyata dengan dunia virtual menjadi pendorong utama inovasi dan perubahan di semua sektor ekonomi. Pertumbuhan data besar secara eksponensial dan konvergensi dengan teknologi terjadi bersamaan dengan mapannya ICT yang juga mentransformasi semua sektor ekonomi. Di Jerman, IoT, Data, dan internet of service berperan penting untuk menguasai transformasi energi, menciptakan keberlanjutan di sektor perjalanan dan logistik, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan mengamankan posisi Jerman sebagai pemimpin di industri manufaktur. 

Industri 4.0 mengubah paradigma produksi dari Craft Production (CP) di era 1.0, Mass Production (MP) di era 2.0, Mass Customization Production (MCP) di era 3.0, menjadi Mass Personalization Production (MPP) di era 4.0. Di era MCP, pada akhir tahun 1980, pelanggan membutuhkan produk yang bervariasi dalam jumlah besar yang mendorong apa yang disebut dengan “mass customization”. Hal tersebut dimungkinkan karena perkembangan informasi, teknologi otomasi, dan komputer. Proses tersebut dapat bertambah cepat karena perkembangan teknologi tersebut menjadi industri berbasis robot, sistem manufaktur yang fleksibel, dan sistem integrasi komputer, seperti yang terjadi juga di sistem manajemen manufaktur, Product Life Manufactur (PLM), Enterprise Resource Planning (ERP), dan Manufacturing Executive System (MES) (Wang, 2017). Meluasnya kehadiran internet dan komputasi, serta ketersediaan manufaktur yang responsif seperti Printer 3D, memunculkan kesempatan untuk paradigma baru pengadaan produk di mana produk dan jasa dirancang sesuai kebutuhan individual pelanggan. Pelanggan bersama-sama dengan manufaktur dan pelanggan lain dapat merancang produk. Proses perancangan bersama (co-design) dapat terjadi karena arsitektur produk bersifat terbuka dalam memanfaatkan sistem manufaktur on-demand. Hal ini didukung sistem CPS yang responsif melibatkan partisipasi pengguna dalam rancangan, simulasi maupun sertifikasi, manufaktur, proses pasokan dan perakitan, yang terjadi secara cepat sejalan dengan preferensi pelanggan (Hu, 2013). 

Di era mass personalization production (MPP), perusahaan-perusahaan mengubah fokus dari memaksimalkan nilai perusahaan menuju nilai tambah untuk permintaan pelanggan. Di era Industri 4.0, ICT mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Perangkat lunak melekat dalam jaringan komunikasi, terhubung dan mengontrol perangkat dan sistem suatu lingkungan. Batas antara dunia nyata dan dunia virtual menjadi kabur. Semua teknologi baru tersebut memungkinkan dilakukannya produksi massal dengan personalisasi (MPP). 

Di era Industri 4.0, kompetisi dan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya harus dihadapi oleh perusahaan dan organisasi. Teknologi baru dan inovasi bermunculan dan secara luas digunakan untuk memuaskan pelanggan. Kontradiksi antara permintaan pelanggan untuk produk yang personal dan keterbatasan melakukan produksi yang personal meningkat. MPP mengatasi kontradiksi tersebut melalui perusahaan manufaktur modern yang bersaing secara harga, kualitas, fleksibilitas, waktu, dan variasi. 

Kehadiran komputer dan internet secara merata serta ketersediaan sistem manufaktur yang responsif seperti printer 3D menjadi penanda paradigma manufaktur baru, yaitu MPP. Produksi secara personal disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan pelanggan. Pelanggan berproduksi secara kreatif dan mendapatkan nilai bekerja sama dengan manufaktur. Berdasarkan ragam permintaan pelanggan melalui analisis pasar, pelanggan dikategorikan ke dalam segmen pasar untuk kepentingan kastomisasi. Kastomisasi dilakukan berdasarkan parameter produk yang telah dikelompokkan ke dalam suatu kelompok produk yang kesamaannya telah ditentukan sebelumnya. Modul dasar, mekanisme konfigurasi, arsitektur produk, dan parameter penting dijaga untuk konfigurasi yang telah ditetapkan. 

Contoh klasik kastomisasi massal (MCP) adalah konfigurasi komputer. Sebelumnya, perusahaan manufaktur komputer telah memperkirakan rentang produk yang hendak dibeli pelanggan. Produsen menentukan kesamaan umum untuk mendapatkan kombinasi terbaik untuk pelanggan dalam memadupadankan berbagai komponen demi mendapatkan komputer sesuai kebutuhan pelanggan. Esensi kastomisasi massal adalah konfigurasi berbagai varian produk melalui pecahan komponen-komponen kecil (modularitas) yang memiliki kesamaan pada platform produk yang kemudian dapat dirancang ulang. Sebaliknya dalam paradigma personalisasi massal (MPP), hal tersebut membutuhkan kemampuan produk untuk dapat berubah, beradaptasi, dan berkonfigurasi karena produk final, rancangan produk dan struktur produk harus dapat dibedakan di tingkatan modul dan parameter untuk memenuhi keunikan individual. 

Personalisasi massal membawa nilai lebih untuk pelanggan dan produsen. Perusahaan melayani pelanggan dengan produk kustomisasi di satu sisi sedangkan di sisi lain produsen mendapatkan diferensiasi. Penyediaan produk pelanggan dilayani dalam waktu yang cukup cepat dengan kualitas tinggi. Sebagai tambahan, pelanggan juga merasakan diperlakukan secara khusus oleh perusahaan.

Model bisnis di era Industri 4.0 berbeda dengan era-era sebelumnya. Perusahaan-perusahaan seperti Uber, Airbnb, Alibaba dan lain-lain adalah contoh di mana banyak perusahaan sekarang mengubah bisnis dunia. Model bisnis berbasis platform memungkinkan perusahaan berbisnis dengan cara berbeda menjadi sumber penciptaan nilai di era ekonomi digital. Teknologi yang dijuluki sebagai teknologi disruptif (“disruptive technology”) memberikan dampak dengan skor tertinggi untuk melakukan inovasi model bisnis di era Revolusi Industri 4.0. Ketika Revolusi Industri 4.0 menyatukan teknologi yang tengah berjalan dengan teknologi baru untuk menciptakan peralihan paradigma dan memproduksi produk dan jasa baru, maka sangat wajar “disruptive technology” menjadi penting. “Disruptive technology” adalah inovasi itu sendiri dan menjadi sangat penting.


*Diikhtisarkan dari perbincangan tentang Revolusi Industri 4.0  dalam buku Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan (2020), karya M Rahmat Yananda & Ummi Salamah. Pembaca yang berminat untuk membaca buku tersebut, dapat melakukan pemesanan di sini:  https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb





Comments

Popular Posts