DAri Sharing Economy ke Sharing City
Sharing Economy (SE) adalah suatu keniscayaaan dari kemajuan ICT yang menyebabkan entreprenur mampu mengaplikasikan pengurangan biaya transaksi ketimbang pengurangan biaya produksi, bekerja melalui platform perangkat lunak baru, beroperasi dalam perangkat pintar yang portabel dan tersambung dengan Wifi atau jaringan 2G-5G yang terinterkoneksi (Munger, 2018).
Sharing Economy (selanjutnya disingkat SE) secara umum berbasis pasar, sehingga memungkinkan pertukaran barang dan memunculkan jasa baru. Selain itu, SE juga menjungkit aktivitas ekonomi dengan memberikan dampak modal yang kuat dengan membuka kesempatan-kesempatan baru untuk banyak hal, mulai dari aset dan keterampilan sampai dengan waktu dan uang. Semua sumber daya itu digunakan secara optimal, mendekati kapasitas penuh. Penyediaan modal dan tenaga kerja melalui jaringan crowd-based dibandingkan institusi tersentralisasi atau hierarki menunjukkan bahwa kerja datang dari individu-individu yang merupakan bagian dari kerumunan (crowd) yang bersifat terdesentralisasi ketimbang korporasi atau negara. Proses pertukaran di masa depan dimediasi melalui marketplace yang bekerja dengan prinsip crowd-based ketimbang sentralisasi yang sering membutuhkan bantuan pihak ketiga. Batas antara pekerja personal dengan pekerja profesional akan semakin kabur karena meski skala aktivitas adalah peer to peer namun tujuannya menjadi komersial. Aktivitas yang semula bersifat personal seperti memberi tumpangan dan meminjam uang kini menjadi jasa profesional. Batas antara pekerja penuh dengan pekerja harian, pekerja bebas dengan pekerja terikat, antara kerja dan kesenangan juga semakin kabur. Banyak pekerjaan penuh waktu digantikan oleh pekerjaan kontrak dengan karakteristik yang demikian luas mencakup tingkat komitmen, rincian, ketergantungan ekonomi, dan kewirausahaan (Sundararajan, 2016: 27).
Manajer kota, seperti walikota Seoul Par Won-Soon, memanfaatkan potensi Sharing Economy untuk mengembangkan Sharing City (SC). Seoul berambisi menjadi salah satu kota global pertama yang secara resmi mendukung Sharing Economy menjadi Sharing City dengan aktif bekerja untuk menciptakan budaya sharing. Langkah-langkah kunci dan menyeluruh diambil Seoul mulai dari membangun kesadaran publik, inkubasi bisnis, peraturan baru, dan mobilisasi aset kota yang kurang dimanfaatkan. Pemerintah kota memeriksa dan menetapkan aktivitas sharing yang berorientasi profit maupun nonprofit dan memberikan stempel resmi untuk layanan berbagi yang telah menjalani seleksi. Upaya ini ditujukan untuk membangun kepercayaan publik pada Sharing Economy dan memperkenalkan layanan berbentuk sharing yang terbukti dan terpercaya.
Pemerintah Kota Seoul juga mempromosikan perusahaan berbasis Sharing Economy. Promosi tersebut akan memunculkan dan memperkuat persepsi publik tentang Seoul sebagai Sharing City (SC) yang melintasi batas-batas demografis. Publikasi brand Seoul sebagai Sharing City merupakan cara yang ampuh menarik perhatian internasional, mempercepat penerapan Sharing Economy dan memposisikan kota sebagai pusat inovasi yang berpikiran maju. Untuk upaya ini, Pemerintah Kota Seoul mengeluarkan subsidi untuk 10 perusahaan berbasis Sharing Economy senilai 250 juta won (setara dengan 240 ribu dolar AS atau 180 ribu euro). Seoul memberikan subsidi untuk meluncurkan atau meningkatkan platform agar perusahaan memiliki ruang secara finansial untuk fokus membangun atau meningkatkan layanan mereka. Seoul juga melakukan inkubasi terhadap 20 perusahaan rintisan berbasis Sharing Economy dengan menyediakan ruang kantor, konsultasi, dan subsidi. Langkah ini akan memungkinkan perusahaan mengangkat layanan mereka ke tingkatan yang lebih tinggi dan kota berperan sebagai pendukung ide dan pemikiran inovatif.
Seoul juga membentuk Komite Promosi untuk Smart City Seoul, yang terdiri dari perwakilan berbagai sektor termasuk akademisi, hukum, pers, kesejahteraan dan transportasi. Tim perwakilan dari berbagai sektor ikut serta dalam rancangan program Smart City demi memperluas jangkauan dan memastikan kota dipromosikan secara tepat di berbagai sektor selain juga memperluan aktivitas berbagi itu sendiri. Seoul kemudian mengadakan konferensi internasional Smart City, memperkuat posisi kota itu sebagai kawasan inovatif dam memberi kesempatan kepada kota lainnya untuk melihat, menyaksikan, dan mendiskusikan rencana aksi Smart City.
Sebagai ibukota Korea Selatan dengan penduduk 10 juta jiwa, Seoul adalah kota industri maju dengan laju urbanisasi, perkembangan teknologi, pendidikan, standar hidup dan modernisasi yang terus menanjak dengan cepat. Di sisi lain dampak yang dirasakan adalah polusi, gaya hidup konsumeris dengan 9 ribu ton limbah setiap hari. Lingkungan sosial masyarakat Seoul sangat kompetitif dengan angka bunuh diri tertinggi di dunia. Profil warga Seoul adalah masyarakat yang menua dengan jumlah lansia yang hidup di bawah garis kemiskinan, pengangguran di kalangan anak muda, dan diskriminasi perempuan relatif tinggi. Tantangan tersebut mendorong Seoul melakukan investasi dalam dimensi kota pintar (smart cities) secara progresif dengan penekanan pada warga kota (smart people). Walikota Seoul yang juga aktivis hak asasi manusia Park Won-Soon, selama kampanye pemilihan menggunakan slogan “The citizens are the mayor” untuk menekankan pentingnya pelibatan warga dalam proses pengambilan keputusan. Komitmen kota terhadap keberlanjutan juga terlihat dalam kebijakannya: Rencana Seoul 2030. Rencana itu berisi strategi untuk lingkungan, masyarakat, budaya, dan ekonomi, termasuk meningkatkan ketergantungan pada tenaga nuklir, mengurangi konsumsi energi, dan meningkatkan lapangan kerja serta partisipasi wanita (SMG, 2015). Pada 2016 Walikota Park menerima Penghargaan Gothenburg untuk Pembangunan Berkelanjutan dan pada 2018 ia terpilih kembali untuk masa jabatan ketiga (dalam Bernardi dan Diamantini, 2018).
Walikota Park memprakarsai refleksi tentang Sharing City dengan peluncuran “Sharing City, Seoul” pada September 2012. Langkah ini dimulai dengan asumsi sebagai berikut: (1) SC memungkinkan manfaat yang lebih besar dengan sumber daya yang lebih sedikit, sehingga menambah nilai sumber daya; (2) Sharing City memungkinkan pemerintah memberikan layanan lebih kepada warga dengan biaya lebih rendah dan Sharing Economy menciptakan lapangan kerja baru serta nilai tambah. Jenis pekerjaan baru mungkin dihasilkan melalui penggunaan ICT dengan mencocokkan sumber daya yang dibutuhkan. Warga dapat memperoleh penghasilan tambahan dari pengetahuan, layanan, sumber daya; (3) Timbal balik berbasis kepercayaan yang dipromosikan SC memiliki potensi untuk memulihkan menurunnya rasa kebersamaan, meningkatkan pertukaran antarpribadi, dan memulihkan kembali hubungan yang dimiliki karena pernah rusak; (4) SE dapat berkontribusi memecahkan masalah lingkungan yang disebabkan oleh konsumsi berlebihan sebagai solusi mengurangi limbah dan memungkinkan sumber daya untuk diselamatkan tanpa membatasi penggunaannya (dalam Bernardi dan Diamantini, 2018: 7).
Di Seoul, ketiga dimensi tersebut saling terkait, bahkan beberapa aspek saling tumpang tindih. Seoul dibingkai sebagai kota yang berpusat pada manusia dan tidak hanya mempromosikan ekonomi semata (baik profit, barang dan organisasi), tetapi untuk mengimplementasikan sebanyak mungkin teknologi cerdas yang menciptakan hubungan yang lebih kolaboratif antara kota dan warganya (dalam Bernardi dan Diamantini, 2018). Terdapat 74 layanan sharing merupakan bagian dari pengembangan Seoul sebagai Smart City.
Beberapa program yang diseleksi dalam rangka pengembangan Seoul Sharing City, yang telah diperkenalkan dan diimplementasikan adalah sebagai berikut:
1. Program Nanum-Car Sharing
Proyek Nanum-Car Sharing adalah proyek SCI (Sharing City Initiative) yang tersebar di berbagai tempat dalam periode waktu singkat. Dimulai pada Februari 2013 dengan 492 mobil di 292 pusat berbagi mobil yang ditunjuk, 5 perusahaan mobil pribadi berpartisipasi dalam program Nanum. Tiga dari perusahaan swasta yang berpartisipasi menggunakan mobil elektronik yang ramah lingkungan, dan dua lainnya menggunakan mobil berbahan bakar bensin. Selama 3 (tahun terakhir, jumlah mobil meningkat dari 492 menjadi 2.675. Jumlah pusat sharing car juga melonjak dari 292 menjadi 1.202 dalam waktu kurang dari dua tahun. Jumlah anggota dari program berbagi mobil Nanum meningkat dari sekitar 60 ribu pada 2013 menjadi sekitar 800 ribu anggota pada 2015. Pada Desember 2015, sekitar 4 ribu warga menggunakan program berbagi mobil setiap hari. Dalam kurun waktu antara 2013 dan 2015 terdapat 1.9 juta warga yang menggunakan program berbagi mobil. SMG memungkinkan perusahaan yang berpartisipasi untuk menggunakan tempat parkir gratis sebagai insentif. Pada akhir 2015, program ini tersedia di 89 tempat parkir umum kota dan 240 tempat parkir umum pemerintah kabupaten (Kebijakan Divisi Transportasi Seoul Metropolitan Government, 2015). Seoul Metropolitan Government (SMG) juga mengusulkan model bisnis kolaboratif dengan memungkinkan warga untuk menggunakan T-money pass (transportasi umum kota) sebagai kartu debit untuk perusahaan sharing car seperti Green Cars, Socars, City Cars, dan Han Cars, bergabung dengan proyek Nanum. SMG juga menawarkan tingkat diskon sebagai insentif bagi mereka yang menggunakan program Nanum setelah menggunakan transportasi umum. SMG menggunakan program ini sebagai alat kebijakan sosial untuk menyediakan transportasi bantuan untuk orang-orang yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi. SMG khususnya menyediakan layanan transportasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah seperti keluarga, individu yang kurang beruntung secara fisik, dan usaha mikro dengan menawarkan voucher transportasi untuk program Nanum. Misalnya, Socar, perusahaan yang berpartisipasi, menawarkan 10 dolar AS setiap bulan dalam bentuk voucher untuk orang-orang cacat dan keluarga mereka serta keluarga berpenghasilan rendah. SMG juga menyediakan voucher transportasi untuk pasangan yang baru menikah dan mereka yang menjual mobilnya. Selain kontribusi bagi kesejahteraan sosial, program ini menjadikan kota lebih ramah lingkungan. Menurut survei kepuasan pengguna kepuasan, 2.4% pengguna menjawab bahwa mereka menjual mobilnya setelah menggunakan program tersebut (Moon, 2017: 12-13)
2. Program Public Parking Lot-sharing (PPLSP)
PPLSP adalah program besar lain yang diimplementasikan berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan bisnis swasta. PPLSP adalah parkir versi Airbnb, yang memungkinkan berbagi informasi dan tautan tempat parkir untuk mereka yang membutuhkan dengan mereka yang mencari manfaat ekonomi untuk tempat yang tersedia. SMG dan pemerintah daerah telah mempromosikan PPLSP untuk memaksimalkan utilitas yang ada tempat parkir di kota karena ketersediaan tempat parkir sudah lama menjadi masalah terutama di area bisnis dan perumahan. Peningkatan jumlah mobil berbanding lurus dengan permintaan lahan parkir sehingga menimbulkan masalah mendesak bagi SMG. Apartemen seringkali memiliki ruang parkir yang cukup, namun area perumahan mengalami kekurangan karena banyak rumah tidak memiliki tempat parkir sendiri. Untuk mengatasi masalah ini, SMG memperkenalkan sistem izin parkir penduduk untuk area perumahan dan kemudian memberikan bantuan keuangan kepada mereka yang membongkar pagar untuk membangun tempat parkir. Meskipun program tersebut berhasil, SMG masih saja kekurangan lahan parkir sehingga beralih ke PPLSP, sebuah solusi berbasis SE. Tempat Parkir untuk Semua (Modu-eui-Juchajang) mengembangkan aplikasi dengan mengumpulkan informasi tempat parkir dari pemerintah, bisnis, dan Lembaga swadaya masyarakat. Layanan aplikasi tersedia melalui ponsel pintar, membantu mencari parkir di area tertentu dengan memeriksa ketersediaan dari tempat parkir, biaya parkir dan pembayaran menggunakan kartu kredit. Pengguna juga dapat membandingkan biaya parkir, lokasi, ketersediaan ruang parkir untuk orang cacat, dan jenis tempat parkir (garasi, ruang terbuka, dan sebagainya). Ketersediaan semua jenis tempat parkir dapat dengan mudah diketahui karena aplikasi menyediakan informasi tempat parkir berdasarkan jarak atau biaya (Zagmaster, 2016). Setelah pilihan tempat parkir dibuat, aplikasi menyediakan layanan navigasi seluler. Untuk mempromosikan PPLSP, SMG menawarkan bantuan keuangan dan administrasi untuk calon peserta program. SMG aktif mendorong mereka yang memiliki tempat parkir untuk berpartisipasi dalam program ini. Program ini juga menyediakan hibah sebesar 25 ribu dolar AS untuk biaya konstruksi dan peningkatan tempat parkir oleh pemilik gedung yang bersedia berbagi parkir mereka setelah jam kerja reguler (antara pukul 6 malam ke pukul 8 pagi). SMG juga menawarkan 20-30 dolar AS per tempat parkit sebagai insentif bulanan. Penyedia lahan parkir yang tidak membutuhkan bantuan keuangan untuk pembangunan tempat parkir dan perbaikan akan mendapatkan insentif bulanan 2 (dua) kali lipat untuk setiap lahan parkir yang disediakan (Moon, 2017: 14-15)
3. Program Fasilitas Publik dan Good-sharing (PFSP)
PFSP program lainnya yang dilaksanakan untuk memfasilitasi program reservasi tempat seperti fasilitas olahraga dan taman. SMG memperkenalkan PFSP pada 2012 agar warga dapat menggunakan lebih dari seribu fasilitas yang dikelola oleh SMG dan pemerintah daerah. Sekitar 100 ribu warga menggunakan fasilitas kota atau distrik pada tahun 2014 melalui PFSP (Korea & Jung, 2015). Mirip dengan platform Airbnb, Kozaza (www.kozaza.com) bertujuan mencocokkan mereka yang ingin tinggal di rumah tradisional Korea (Hanok dalam bahasa Korea) dengan mereka yang memiliki rumah dengan gaya Hanok dan bersedia berbagi kamar yang tidak digunakan untuk imbalan tertentu. Kozaza didirikan melalui kemitraan dengan SMG pada 2013, dan ditargetkan secara strategis sebagai Program Hanok-sharing karena pemerintah Korea tertarik melestarikan arsitektur Hanok yang telah banyak digantikan apartemen dan gedung tinggi. Berkat kebijakan konservasi Hanok, Kozaza memulai model bisnisnya dengan mudah berkat dukungan finansial dan administrasi dari SMG. Kozaza cukup popular di kalangan orang asing yang ingin memiliki pengalaman otentik selama berkunjung ke Korea. Hal ini juga membantu SMG mengatasi masalah kekurangan kamar hotel di Seoul. Selain berbagi mobil dan ruang, SMG mempromosikan berbagi barang seperti mainan dan pakaian dengan mereka kurang beruntung seperti pemuda atau keluarga berpenghasilan rendah yang tidak mampu untuk membeli barang-barang tersebut. Melalui situs www.theopencloset.net, pengguna mengumpulkan gaun yang disumbangkan dan menyewakannya kepada mereka yang membutuhkan pakaian formal untuk acara khusus seperti upacara pernikahan dan pesta ulang tahun. Menurut informasi dari situs webnya, Open Closet memiliki lebih dari seribu pakaian formal dan telah menyewakannya kepada lebih dari 2 ribu orang yang membutuhkan pakaian formal karena berbagai alasan (Moon, 2017: 15-16).
4. Program Public Data-sharing
SMG menggemakan inisiatif Government 3.0 dari Presiden Park Geun Hye yang mempromosikan nilai-nilai keterbukaan, partisipasi, berbagi, dan kolaborasi dengan membuat data dan antarmuka pemrograman aplikasi (API) terbuka untuk publik. Melalui portal data terbuka (www.opengov.seoul.go.kr), SMG secara aktif menyediakan data publik kepada warga dan perusahaan. Data yang dimaksud mencakup data tentang kesehatan masyarakat, perumahan dan perencanaan kota, transportasi, dan keamanan publik. Upaya SMG berbagi data publik dipromosikan secara efektif berkat penetrasi ponsel pintar yang tinggi dan ketersediaan pita lebar seluler, sehingga warga maupun bisnis dapat memperoleh informasi digital kapan saja dan dimana saja. SMG bahkan membangun inisiatif berbagi WiFi, yang dirancang untuk memperluas akses WiFi ke warga dalam batas kota dengan kolaborasi perusahaan telekomunikasi dan pemerintah daerah. SMG menyediakan lokasi zona WiFi gratis di Seoul pada aplikasi layanan WiFi gratis untuk warga. Dengan konektivitas ICT yang lebih baik dan upaya berkelanjutan melalui Open Government baik oleh SMG maupun pemerintah pusat, aplikasi layanan pengembang sudah mulai memperhatikan data publik dan aplikasi layanan yang tersedia untuk umum makin berkembang. Layanan ini adalah contoh crowdsourcing produksi di mana warga atau aktor non-pemerintah menghasilkan layanan publik berkolaborasi dengan pemerintah untuk informasi yang diperlukan untuk layanan publik. SMG terus berlanjut melakukan upaya untuk berbagi data publik melalui Open Data Plaza (data. seoul.go.kr) (Korea & Jung, 2015). Misalnya, layanan aplikasi untuk Parking Lot for All dikembangkan karena SMG dan distrik pemerintah membagikan data tempat parkir umum kepada publik melalui berbagi data. Contoh lainnya adalah Iam School, aplikasi yang dikembangkan oleh Iam Company untuk memberikan pengumuman di kelas atau sekolah dan informasi terkait aktivitas sekolah kepada orang tua sehingga mereka bisa memeriksa menu makan siang, tugas, dan kegiatan kelas secara tepat waktu. Menggunakan informasi publik yang disediakan oleh departemen pendidikan, kantor distrik sekolah, dan sekolah, aplikasi ini memberikan informasi kepada orang tua yang tertarik untuk memeriksa dan yang terkait dengan informasi kelas melalui ponsel (Bulan, 2016). Pengembang aplikasi juga berupaya menggabungkan data publik dan antarmuka pemrograman aplikasi (application programming interface – API) publik dengan data pribadi dan API pribadi untuk mengembangkan layanan publik terintegrasi aplikasi dan membuatnya tersedia untuk umum. Misalnya, ODSay adalah aplikasi layanan transportasi yang dikembangkan oleh pengembang aplikasi (www.odsay. com) untuk menyediakan jadwal kereta bawah tanah, bus kota, bus ekspres, gratis kereta api, dan kereta super cepat. Aplikasi ini mencakup layanan informasi jadwal untuk transportasi publik dan pribadi, menggabungkan transportasi pribadi layanan dengan layanan transportasi umum yang dikembangkan oleh lokal pemerintah (Moon, 2016). Parking Lot for All juga dikembangkan, berkat upaya SMG untuk membuka dan membagikan data tempat parkir umum. Parking Lot for All menyediakan layanan aplikasi dengan menggabungkan informasi yang ditransmisikan dari publik dan fasilitas parkir pribadi secara real time.
Menurut walikota Park Won-soon, Seoul telah menjadi pusat tenaga kerja muda berbakat yang kreatif dan kompeten di Korea Selatan. Pemerintah Metropolitan Seoul (SMG) akan membuat jalur cepat (fast track) bagi mereka untuk mewujudkan impian melalui investasi publik, ruang, dan program. Sub sektor perusahaan rintisan yang menjadi andalan ekosistem Seoul adalah gaming dan adtech. Seoul juga memiliki output yang menonjol untuk rintisan perangkat lunak. Ekosistem Seoul bernilai 5 miliar dolar AS, termasuk ke dalam 10 besar ekosistem gaming dunia dan 20 besar terkait bakat
Comments
Post a Comment