Karakter Keindonesiaan Bukalapak
Bukalapak, satu dari empat perusahaan rintisan unicorn Indonesia, didirikan oleh 3 anak muda jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zaky, Muhammad Fajrin Rasyid, dan Nugroho Herucahyono. Ketiganya teman seangkatan yang memulai kuliah pada 2004. Ahmad Zaky (founder) sejak SD sudah tertarik kepada komputer. Saat menempuh pendidikan menengah, Zaky mewakili sekolahnya mengikuti ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang komputer dan berhasil menjadi juara di level nasional. Minat dan prestasi Zaky terus berlanjut ketika menempuh pendidikan tinggi. Ia mendirikan dan terlibat dalam organisasi kemahasiswaan yang bergiat di bidang teknoprenur dan menjadi salah satu juara kontes perangkat lunak. Zaky pernah mendapat beasiswa studi di University of Oregon AS dan mewakili almamaternya dalam ajang global pada 2008. Ia sosok yang “menggerakkan” para pendiri Bukalapak sejak awal, menginisiasi pertemuan, pembicaraan, dan diskusi dengan para pendiri lain di masa-masa awal Bukalapak.
Muhammad Fajrin Rasyid (cofounder) tak jauh berbeda dengan Zaky. Fajrin juga menunjukkan minat tinggi pada dunia komputer dan teknologi informasi. Fajrin adalah lulusan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna 4.0. Sebelum bergabung di Bukalapak, Fajrin pernah bekerja sebagai konsultan di Boston Consulting Group (BCG). Pada tahun 2011, Fajrin memutuskan untuk keluar dari BCG dan berkarier penuh di Bukalapak. Seperti Zaky dan Fajrin, Nugroho Herucahyono (cofounder), juga lulusan Teknik Informatika ITB. Mereka berteman baik dan pernah tinggal di rumah kos yang sama, tempat mereka mendirikan Bukalapak di Bandung, Jawa Barat.
Latar belakang ini memberi warna khusus kepada hubungan para pendiri Bukalapak di masa depan. Sebagai kolega yang berasal dari kampus yang sama, kebersamaan mempengaruhi dan menentukan kemampuan mereka dalam mengatasi beragam dinamika sejalan dengan perkembangan perusahaan, baik situasi yang menggembirakan maupun mengecewakan. Situasi turun naik itu terus terjadi secara bergantian selama perusahaan berjalan. Oleh karena itu, pendiri yang bersama-sama sebagai tim menjadi penting, dan membentuk karakter unik ala Bukalapak. Karakter itu berbeda dengan Tokopedia di mana Victor Fungkong di masa awal pembangunan perusahaan tampil sebagai entreprenur-pelopor atau pendiri solo.
Ketertarikan dan minat ketiga anak muda pendiri Bukalapak terhadap dunia teknologi informasi, diteguhkan oleh pendidikan yang mereka tempuh. Mereka menjalani kewajiban akademis sebagai mahasiswa bersamaan dengan mekarnya dunia internet dan digital. Semasa mereka berkuliah, perusahaan seperti Apple, Amazon, dan Alibaba sedang menanjaki tangga keberhasilan dan tumbuh menjadi raksasa ekonomi digital. Fenomena itu tentu menginspirasi mereka. Sementara pada tahun 2009, ekonomi digital Indonesia baru melihat tunas awal pertumbuhan e-commerce melalui jual beli berdasarkan iklan baris daring atau toko-toko daring seperti berniaga.com dan tokobagus.com, serta forum dan grup diskusi daring dengan Kaskus sebagai salah satu pemain utamanya.
Ketiga anak muda itu melihat peluang untuk meningkatkan model transaksi ritel daring dan forum diskusi menjadi marketplace. Semua pihak yang berinteraksi di marketplace dapat memperluas perannya karena marketplace memberikan efek berjaringan yang tinggi. Menyadari kekuatan ini, mereka membangun aplikasi e-commerce yang menjadi cikal bakal dari platform Bukalapak. Kemampuan mereka mendeteksi peluang bisnis melalui kebaruan teknologi yang mendatangkan kemudahan proses bisnis sangat didukung oleh latar belakang keilmuan. Ini juga berbeda dengan Tokopedia yang menemukan model bisnis dengan pertimbangan bahwa e-commerce merupakan suatu model bisnis yang menawarkan kemudahan dan kenyamanan dalam bertransaksi. Apalagi pengembangan model bisnis banyak dipengaruhi oleh gagasan Victor yang tidak memiliki kepakaran di bidang teknologi informasi dan kemudian ditindaklanjuti oleh William dan Leon.
Visi Bukalapak adalah menyediakan wadah guna memajukan kegiatan usaha kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Di tahap awal, Bukalapak fokus pada dunia virtual demi membuka kesempatan untuk semua pihak, khususnya UMKM, agar dapat berbelanja dan berjualan di platform Bukalapak. Seiring perkembangannya, Bukalapak juga melihat peluang untuk bergerak dunia fisik melalui agen dan mitra. Bukalapak hadir di tempat-tempat di mana orang-orang melakukan jual beli yang memiliki wadah fisik seperti warung dan toko. Di ruang virtual dan fisik tersebut Bukalapak ingin memajukan UMKM di Indonesia. Visi Bukalapak datang dari hasil pengamatan terhadap aktivitas UMKM lokal dan mempelajari perkembangan e-commerce yang sudah maju di negara lain. E-commerce yang dimaksud adalah amazon.com (AS), Alibaba (Cina), dan Mercado (Brazil). Semangat ketiga pendiri Bukalapak adalah membuat platform sejenis yang sejalan dalam konteks Indonesia. Secara terbuka pendiri Bukalapak mengakui bahwa inspirasi Bukalapak datang dari platform e-commerce global yang sudah berhasil. Hal tersebut yang mendasari pembangunan aplikasi dan platform Bukalapak dengan karakter “keindonesiaan”.
Keindonesiaan itu menemukan bentuknya dalam konteks lokal (local contexts). Ternyata konteks lokal bervariasi dan beragam berbasis bidang atau sektor dan tempat. Suatu konteks lokal berlaku di masing kawasan (region) atau lebih tegasnya pasar. Tiap pasar memiliki konteks masing-masing sehingga melahirkan jenis atau tipologi pasar. Oleh karena itu produk berupa barang atau jasa yang berhasil atau laku di satu jenis pasar belum tentu mengalami keberhasilan yang sama di pasar lain. Mereka melihat keunggulan e-commerce sebagai sebuah ruang yang mampu mengomodasi keberagaman konteks lokal, termasuk perilaku bertransaksi. Misalnya, di Amerika Serikat semua pihak bertransaksi menggunakan fasilitas kartu kredit sedangkan di Indonesia kebiasaan menggunakan kartu kredit belum umum. Oleh karena itu, transaksi di Indonesia membutuhkan saluran pembayaran (payment channel). Bukalapak menyiasatinya dengan memanfaatkan fasilitas transfer melalui perbankan, layanan yang telah disediakan sejak Bukalapak berdiri. Saat ini metode transaksi di platform Bukalapak sudah jauh berkembang. Pilihan transaksi dengan para pelanggan merupakan bagian penting model bisnis. Bukalapak menyadari bahwa kepercayaan publik harus dimulai dari transaksi yang terpercaya. Bukalapak memastikan transaksi dapat dituntaskan setelah pelanggan menerima barang atau jasa yang dibeli. Bukalapak dan pelanggan memiliki akun bersama. Inilah kemajuan yang diciptakan Bukalapak yang membedakannya dengan model e-commerce dari forum dan diskusi daring, platform berbasis iklan baris, dan toko-toko daring.
Di masa-masa awal, ketiga pendiri Bukalapak berhadapan dengan beragam tantangan, khususnya pembiayaan. Tidak ada investor yang berminat membiayai pembangunan platform tersebut. Tapi ketiga pendiri sudah bertekad, seberat apapun masalah mereka akan selalu mencari jalan dan tidak menyerah. Di masa itu tanpa dukungan pembiayaan dari pihak lain mereka membangun platform Bukalapak sambil mencari dan menangani berbagai pekerjaan yang dapat menghasilkan uang. Investor yang mulai berminat datang dengan membawa investasi kecil. Masa itu Bukalapak sendiri masih jauh dari kemampuan mendatangkan pendapatan. Perjuangan di masa-masa awal didominasi oleh kenyataan bahwa anak-anak muda pendiri Bukalapak harus mengatasi masalah ketersediaan dana. Mereka mengatasinya dengan mengerjakan proyek-proyek bidang IT. Jika mereka sedang memiliki proyek, maka masalah pendanaan sementara teratasi. Sebaliknya, jika mereka sedang sepi proyek, masalah pendanaan muncul karena menipisnya anggaran. Masalah itu dikhawatirkan akan berlarut yang dapat berubah menjadi siklus ancaman keberlanjutan.
Semua masalah yang menghadang tidak menghentikan Zaky, Fajrin, dan Nugroho. Mereka terus melanjutkan pembangunan platform Bukalapak. Sampai 2010 awal, mereka masih dapat bertahan dengan tetap mengerjakan proyek-proyek untuk dapat menghasilkan uang. Setelah situasi itu berlangsung dalam kurun waktu tertentu, mereka mempelajarinya dan memahami apa yang terjadi. Kemudian ketiga anak muda itu merancang kesepakatan bersama yang memberikan kesempatan kepada tiap-tiap pendiri untuk menyelesaikan pembangunan aplikasi Bukalapak dengan bekerja paruh waktu.
Pembangunan aplikasi Bukalapak terus dilanjutkan. Jika ada bug, mereka rapikan. Iterasi terkait aplikasi Bukalapak dilakukan dalam kondisi kerja paruh waktu tersebut. Skenario itu dapat bertahan sampai tahun 2011. Berjalannya skenario tersebut menjadikan para pendiri tidak lagi berkutat pada persoalan pencarian investor. Bahkan mereka memperkirakan dapat bertahan sampai 1 tahun. Syaratnya, para pendiri tetap mencari pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dan tetap terus menjaga pembangunan aplikasi Bukalapak. 2010, situs Bukalapak diluncurkan. Peluncuran Bukalapak memperlebar peluang untuk mendapatkan investasi baru. Dua bulan setelah peluncuran, para pendiri terus menawarkan platform e- commerce itu pada investor. Sementara perjuangan mereka untuk membiayai kegiatan harian masing-masing masih tetap dipertahankan. Sebelum mendapatkan investor baru, Bukalapak masih mengandalkan pembiayaan dari investor lama. Investor lama yang dimaksud adalah mengandalkan keuangan pendiri dan teman-teman (bootstrapping). Oleh karena itu, semua pendiri memutuskan untuk fokus di Bukalapak sementara pengerjaan proyek-proyek yang mendatangkan uang tetap dipertahankan dengan manajemen yang terpisah dari manajemen Bukalapak. Di kuartal pertama dan kedua 2011, Bukalapak mendapatkan investor setelah melewati tahapan pembicaraan yang akhirnya melahirkan kesepakatan di Juli-Agustus 2011. September 2011, Bukalapak resmi berstatus sebagai Perusahaan Terbuka (PT).
Sejak berdiri, Bukalapak telah mendapatkan beberapa putaran pendanaan. Yang terakhir cukup besar, 50 juta dolar dan mengokohkan Bukalapak sebagai perusahaan rintisan berperingkat unicorn. Di tahun 2011, Bukalapak sudah memiliki 20 ribu pelapak serta 50 ribu pengguna. Pada 2012, jumlah pelapak meningkat menjadi 50 ribu. Dan pada 2013, jumlah ini terus bertambah menjadi 80 ribu pelapak. Di tahun 2014 jumlah pelapak telah mencapai 250 ribu dengan 800 ribu pengguna. Saat pertama merayakan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), Bukalapak mencatatkan jumlah 500 ribu pelapak, sebuah capaian yang tak datang dengan mudah. Bila merujuk pada data tahun 2020, Bukalapak telah mengantongi 70 juta pengguna aktif, 3 juta mitra pelapak, dan memberdayakan 5 juta pelaku UMKM. Sementara valuasi modal Bukalapak telah mencapai nilai 2,5 milyar dolar (35 T) sebagaimana dilaporkan oleh hasil riset CB Insights 2020.
Sebelum Bukalapak ada, para pelaku kecil dan menengah (UMKM) yang banyak bergerak di sektor informal, belum teradministrasikan dengan baik. Data akurat mengenai UMKM belum tersedia sehingga diperlukan upaya pemetaaan terkait jumlah, jenis usaha, penyebaran secara tempat atau lokasi, dan lainnya. Platform digital mempertemukan visi pendiri dengan pelapak karena salah satu keunggulan model bisnis berbasis teknologi web dan digital adalah kemampuan memproses informasi (data) secara simultan dan mendorong penyesuaian strategi serta taktik bisnis. Bukalapak terus mengembangkan data tersebut dengan mengandalkan teknologi cerdas. Secara detail masalah kelengkapan data pelaku UMKM tidak hanya dihadapi oleh platform untuk marketplace seperti Bukalapak. Pemerintah yang memiliki sumber daya jauh lebih besar juga menghadapi kesulitan serupa. Pedagang kecil bersifat informal. Mereka, khususnya pedagang kaki lima, juga mendapatkan stigma sebagai sumber masalah pengaturan, ketertiban dan keamanan, serta keindahan suatu lokasi atau tempat. Visi Bukalapak menempatkan UMKM sebagai mitra penting mendapatkan tantangan, yaitu menemukan cara menempatkan mereka sebagai pelaku penting di marketplace. Bukalapak tidak punya pilihan lain kecuali memulai perancangan model bisnis dengan memecahkan masalah tersebut.
Bukalapak memulai langkahnya dengan membangun basis data terkait pelaku UMKM. Langkah ini berjalan lancar dan menjadikannya salah satu platform e-commerce yang mendapatkan transaksi terbanyak dari aktivitas para pelaku UMKM. Bukalapak dapat dikatakan sebagai pemain terkuat dengan dukungan mereka walaupun ada platform e-commerce lain yang lebih kuat di segmen berbeda. Dengan model bisnis tersebut, Bukalapak menjadi e-commerce yang memiliki akar yang kuat di Indonesia karena kontekstual dengan kondisi lokal. Hal itu sejalan dengan visi dan misi awal Bukalapak. Model bisnis awal yang dimanfaatkan ternyata telah berkembang membuka peluang untuk Bukalapak melampaui kegunaan platform daring. Lebih jauh Bukalapak mampu mengintegrasikan platform daring dengan luring. Integrasi keduanya menciptakan keunggulan dan menjadi salah satu alasan pelanggan menjatuhkan pilihannya ke Bukalapak. Di Bukalapak juga tersedia pilihan fitur barang-barang fisik seperti reksadana emas. Jual beli seperti itu masih banyak disukai dan merupakan fitur yang belum tersedia di e-commerce lain.
Di dunia e-commerce, model bisnis tiap platform tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lain. Integrasi kegiatan daring dengan luring memberikan diferensiasi untuk Bukalapak dalam persaingan dengan pemain lainnya. Di samping model bisnis, model penerimaan juga dapat menjadi pembeda. Bukalapak memiliki beberapa penerimaan yang tidak dimiliki oleh pemain lain seperti layanan langganan (subscription service). Bukalapak mengembangkan layanan premium berupa fitur atau dashboard pendukung bagi pelanggan. Dashboard yang membantu pelanggan melakukan pencarian kata kunci paling popular akan menjadi insights terkait minat terkait suatu produk, jasa, atau model bisnis. Selain kata kunci yang menjadi indikator popularitas, fitur dari produk dan jasa lainnya seperti ukuran, warna, dan material juga memberikan insights mengenai preferensi pembeli.
Informasi penting lainnya adalah harga. Berkat bantuan informasi di layanan premium para penjual dapat memosisikan produknya di Bukalapak secara tepat dan cepat berdasarkan perbandingan harga antara satu produk dan jasa dengan yang lain. Layanan premium tersebut juga bermanfaat untuk produsen produk dan jasa yang ingin mengetahui perilaku pembeli dan penjual secara lebih rinci. Sementara pembeli dapat memanfaatkan fasilitas premiun untuk membandingkan produk dan jasa berdasarkan produk, fitur dan informasi tambahan serta layanan pelapak. Bukalapak memahami bahwa mitra mereka bukan hanya para pelapak. Warung dan agen adalah mitra yang tidak kalah pentingnya selain juga pembeli, jaringan distribusi, jasa kartu kredit, dan bank. Kemitraan terus berkembang semenjak Bukalapak terus mengekspansi produk dan jasa di platform e-commerce. Beberapa tahun terakhir ini Bukalapak memperluas layanan dengan memasukan juga produk-produk digital seperti pulsa dan pembayaran listrik yang otomatis melibatkan produsen layanan seluler dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai mitra.
Bukalapak terus melakukan ekspansi bisnis. Misalnya, program mitra atau warung Bukalapak. Ada juga program kerja sama dengan pemerintah, khususnya Provinsi Jawa Barat, seperti layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor (e-Samsat) melalui platform Bukalapak. Langkah ini membuka peluang bagi Bukalapak untuk terlibat kepada program e-government atau kota pintar (smart city). Pengembangan bisnis Bukalapak sangat bergantung kepada kebutuhan pelanggan. Bukalapak bertugas menjawab kebutuhan tersebut. Oleh karena itu sejalan dengan meningkatnya literasi pengguna terhadap apa yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi, khususnya untuk pelayanan produk dan jasa, Bukalapak akan terus berinovasi untuk menyediakan layanan yang tepat dengan teknologi terkini.
*Diikhtisarkan dari pembahasan tentang Perusahaan Rintisan Indonesia dalam buku Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan (2020) karya M Rahmat Yananda dan Ummi Salamah. Pembaca yang berminat memiliki buku tersebut dapat melakukan pemesanan di sini:
https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb
Thankfully Caesars Casino 점보카지노 is stocked with lots of the industry’s top titles so lots of|there are many} slots select from|to select from}. Caesars is one of the|is among the|is doubtless certainly one of the} marquee fixtures in the gambling world. From Las Vegas to Atlantic City they epitomize a fun, premium expertise.
ReplyDelete