Hukum Moore dan Tranformasi Teknologi Informasi

Unicorn adalah perusahaan rintisan yang memanfaatkan teknologi untuk tumbuh secara eksponensial. YouTube misalnya, semula didanai dengan kartu kredit pribadi Chad Hurley. Kurang dari 18 bulan kemudian, platform berbagi video itu dibeli Google dengan nilai mencapai 1,4 miliar dolar AS. Groupon, sebuah situs yang memberikan informasi mengenai diskon, menjulang denngan nilai 6 miliar dolar AS dalam kurun waktu kurang 2  tahun sejak kelahirannya. Sedangkan Uber, perusahaan transportasi on-demand telah memiliki nilai 17 miliar dolar AS atau 10 kali lipat dari nilai awalnya. Contoh-contoh itu menunjukkan organisasi jenis baru yang mengalami skalabilitas dan memiliki valuasi dalam tingkat kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tak pelak lagi, perusahaan rintisan yang kemudian menjadi unicorn merupakan organisasi eksponensial. 




Menurut Salim Ismail (2014), salah satu luaran atau dampak dari organisasi eksponensial (ExO) adalah ukuran pertumbuhan yang tidak proporsional, sekurang-kurangnya 10 kali lipat lebih besar, dibandingkan dengan organisasi lain yang sejenis. Organisasi ini merupakan organisasi baru yang mengalami percepatan berkat pemanfaatan teknologi. Berbeda dengan organisasi pada umumnya, ExO tidak bertumpu pada jumlah orang (pekerja/karyawan), atau pabrik berskala besar. Organisasi eksponensial bertumpu pada teknologi informasi yang mengubah hal-hal yang bersifat fisik menjadi digital di dunia berbasis permintaan. 

Gagasan terkait “eksponensial” berawal dari Moore’s Law  (Hukum Moore) yang menyatakan bahwa nilai atau kinerja komputasi akan mengalami pertumbuhan berlipat ganda setiap 18 bulan sekali. Misalnya, sejak 1971, papan sirkuit hanya menampung 200 chip. Bandingkan dengan saat ini ketika papan sirkuit telah menampung chip dengan ukuran teraflops (1012). Terkait Moore’s Law, futuris Ray Kurzweil (dalam Ismail, 2014) melakukan beberapa observasi. Pertama, pola pelipatgandaan yang didentifikasi oleh Gordon Moore terhadap integrasi sirkuit diaplikasikan ke dalam teknologi informasi yang kemudian dikenal dengan Law of Accelerating Returns (LOAR). Kedua, pendorong dari gejala tersebut adalah informasi. Ketika satu domain baik disiplin, teknologi, atau industri dapat diubah ke dan digerakkan oleh aliran informasi, maka nilai atau kinerja akan mulai berlipat ganda setiap tahun. Ketiga, pola pelipatgandaan itu tidak akan berhenti saat dimulai. Komputer yang hari ini dirancang untuk bekerja lebih cepat akan menjadi semakin cepat. Keempat, teknologi utama yang ada saat ini seperti kecerdasan buatan (AI), robotik, bioteknologi, bioinformatika, medis, neurosains, data sains, printer 3D, teknologi nano, adalah transformasi bentuk informasi yang mengikuti lintasan yang sama. 

Teknologi tersebut juga berdampak pada globalisasi yang semakin cepat mendatangkan kesempatan bagi entreprenur dan perusahaan investasi untuk terus berkreasi dengan pasar yang jauh lebih besar. Disrupsi teknologi mengubah gaya hidup dan menawarkan cara baru untuk melakukan berbagai hal. Unicorn hadir di tengah kehidupan baru ini. Aileen Lee menciptakan istilah “unicorn” untuk perusahaan yang dapat tumbuh cepat dan besar dengan memanfaatkan teknologi dan memiliki valuasi 1 milliar dolar AS. Para pakar menyimpulkan kehadiran unicorn sebagai berikut:

  1. Sejak kehadirannya pada 2013, unicorn yang semula berjumlah 39 menjadi 146 perusahaan pada 2016.
  2. Separuh dari unicorn membuka kantor pusat di Amerika Serikat dan jumlah tersebut terus menurun.
  3. Sepertiga dari unicorn bergerak di industri jasa internet (34), perangkat lunak (41), dan e-commerce (27).
  4. Unicorn tumbuh cepat dengan memanfaatkan platform seperti layanan komputasi awan (cloud computing), manajemen hubungan pelanggan, teknologi sosial, dan seluler.
  5. Inovasi merupakan hal yang popular di kalangan unicorn berkat fleksibilitas dan adaptabilitas sehingga perusahaan-perusahaan ini mampu meningkatkan kinerja secara konstan.
  6. Sepertiga dari para pendiri Billion Dollar Start-up Club memiliki pengalaman di bidang teknologi dan perusahaan rintisan sementara sekitar 20 pendiri tidak memiliki pengalaman dan dianggap sebagai outlier. Sementara sekitar 30 co-founder yang terdidik adalah yang paling berhasil. Pendiri Facebook Mark Zuckerberg adalah salah satu contoh para outlier yang melakukan “pivot”
  7. Pendiri kebanyakan adalah tamatan perguruan tinggi tertentu, meski beberapa (8 dari 38) merupakan drop out. Di antaranya adalah Facebook, Twitter, Microsoft, dan Apple.
  8. Perusahaan unicorn telah hadir sejak dahulu. Intel adalah super unicorn tahun 1960; Apple, Oracle, dan Microsoft merupakan unicorn tahun 1970; Cisco tahun 1980; Google dan Amazon tahun 1990; Facebook adalah super unicorn tahun 2000; dan Uber tahun 2010.
  9. Gelombang teknologi selalu melahirkan satu atau lebih perusahaan super unicorn.
  10. Unicorn yang berorientasi pada konsumen seperti Facebook mendapatkan nilai agregat peningkatan investasi dan pendapatan lebih tinggi dibanding unicorn yang berorientasi pada perusahaan (B2B).
  11. Pertumbuhan pesat unicorn berbasiskan 3 pilar, yaitu mesin inovatif dengan dukungan dan platform tim yang menjalankannya, pengembangan platform, dan skalabilitas.

*Diikhtisarkan dari pembahasan tentang Skalabilitas dan Valuasi Modal Perusahaan Rintisan  dalam buku  Ekosistem Inovasi dan Kewirausahaan Rintisan (2020), karya M Rahmat Yananda dan Ummi Salamah. Pembaca yang berminat membaca buku tersebut, dapat memesannya di sini: https://tokopedia.link/lW52tQJgLcb





Comments

Popular Posts